Dibalik Tarian Pinguin: Antara Hiburan, Budaya Populer, dan Prasangka

Beberapa hari terakhir, media sosial kita seperti “demam” tarian yang unik ini — Tarian Pinguin, atau dikenal juga dengan nama “Rangsat Al-Batriq”. Gerakannya sederhana, lucu, dan memang mengundang gelak tawa. Tidak heran jika anak-anak hingga orang dewasa ramai-ramai ikut menirukan gerakannya dan membagikan video mereka di platform seperti TikTok dan Facebook.

Namun, seperti banyak tren viral lainnya, di balik keseruan tersebut ternyata terselip perdebatan serius yang tak kalah heboh. Sayangnya, bukan soal teknik menari atau siapa yang paling kreatif memodifikasinya, melainkan tentang asal-usul tarian ini yang dikaitkan dengan identitas budaya dan bahkan kepercayaan agama tertentu.

Asal-Usul yang Belum Pasti, Tapi Langsung Dihujat

Sebagian kalangan berpendapat bahwa tarian ini berasal dari budaya Arab Saudi, yang populer sekitar 2014 lalu dalam berbagai acara sosial seperti pernikahan dan pertemuan keluarga. Ada juga yang menyebutkan bahwa awal mula tarian ini berasal dari lagu anak-anak Finlandia, yang kemudian dipopulerkan oleh pria asal Albania dengan iringan musik kartun pinguin.

Sayangnya, sebagian orang yang belum tahu betul mulai mengaitkan tarian ini dengan budaya Yahudi, dan seketika tarian yang awalnya sekadar hiburan ini menjadi bahan perdebatan panas. Ada yang bahkan dengan lantang menyebut bahwa mengikuti gerakan tarian ini bisa dianggap sebagai meniru kaum yahudi — sebuah tudingan berat yang tentu saja membuat sebagian orang menjadi ragu, bahkan merasa bersalah tanpa benar-benar memahami duduk persoalan.

Sebagai jurnalis yang terbiasa menyaksikan bagaimana sebuah narasi berkembang di ruang publik, saya memandang situasi ini dengan keprihatinan. Kita terlalu cepat menyimpulkan sesuatu sebelum memastikan kebenarannya. Lebih parah lagi, kesimpulan yang kabur ini kemudian kita sebarkan ke banyak orang, hingga menimbulkan keresahan yang sebetulnya bisa dihindari.

Budaya Populer: Tak Semua Harus Dikaitkan dengan Ideologi

Harus kita akui, kita hidup di zaman di mana budaya populer mudah melintas batas negara, suku, bahkan agama. Apa yang viral di Finlandia, bisa jadi populer di Arab Saudi, lalu meledak di Indonesia. Fenomena tarian pinguin ini adalah contoh nyata bagaimana sebuah hiburan global bisa hadir dalam berbagai warna lokal.

Apakah semua yang berasal dari luar harus kita curigai? Tentu tidak sesederhana itu.

Budaya populer berkembang dalam ruang kreatif yang luas. Tidak setiap tren global menyimpan misi ideologis atau tersembunyi untuk memengaruhi keyakinan masyarakat. Bahkan dalam banyak kasus, seperti tarian ini, niat awalnya murni hiburan yang menyatukan berbagai kalangan.

Jika kita teliti lebih dalam, tarian pinguin ini justru menggambarkan kegembiraan bersama. Di negara asalnya, tarian ini bahkan digunakan untuk mempererat silaturahmi dalam acara keluarga atau pesta rakyat. Bukan ritual agama, apalagi simbol perlawanan terhadap ajaran tertentu.

Bijak dalam Menyikapi Fenomena Viral

Sebagai masyarakat yang melek informasi, seharusnya kita memandang fenomena ini dengan lebih tenang dan bijak. Jangan mudah terprovokasi oleh narasi yang belum jelas kebenarannya. Kita perlu membiasakan diri untuk memeriksa fakta sebelum berspekulasi atau bahkan memvonis orang lain yang ikut dalam tren ini.

Adalah hak setiap orang untuk tidak mengikuti tren jika merasa tidak nyaman. Namun, bukan hak kita untuk menghakimi orang lain hanya karena mereka ikut menari pinguin di media sosial.

Saya juga mengajak rekan-rekan jurnalis dan pembuat konten untuk menyampaikan informasi dengan tanggung jawab. Alih-alih memperkeruh suasana dengan narasi spekulatif, mari kita edukasi masyarakat agar tidak gampang terjebak dalam kesimpulan yang menyesatkan.

Jaga Kedamaian, Jaga Persaudaraan

Fenomena “Rangsat Al-Batriq” atau Tarian Pinguin adalah cerminan bagaimana budaya global bisa singgah ke ruang digital kita dengan cepat. Ia bisa dinikmati sebagai hiburan, tanpa harus dibebani tafsir-tafsir yang belum terverifikasi. Sebagai umat yang cerdas, mari kita jangan gampang terpancing isu-isu yang berpotensi memecah belah.

Mari jaga ruang digital kita agar tetap sehat. Jadikan setiap perbedaan sebagai warna-warni kehidupan, bukan sumber perpecahan. Kalau masih ragu soal asal-usulnya? Tidak ada salahnya untuk bertanya dan mencari referensi yang sahih. Jangan sampai, kita terjebak dalam kekeliruan yang justru mencederai semangat kebersamaan.

Semoga kita semua senantiasa menjadi masyarakat yang bijak, berpikir jernih, dan selalu mengedepankan persaudaraan di atas segala perbedaan.

Via
Tinta
Sumber
wsjalarabiyaobservers.france24
Exit mobile version