✨ Marhaban ya Ramadan 1446 H

Media Network
Netizen

Dikorbankan Aturan? Saat Pemerintah Tak Kompak, Guru PAI Jadi Sasaran

Saya tidak habis pikir, bagaimana mungkin polemik pembayaran Tunjangan Profesi Guru (TPG), Tunjangan Hari Raya (THR), dan Gaji 13 bagi guru Pendidikan Agama Islam (PAI) di Bolaang Mongondow Utara (Bolmut) terus berulang tanpa ada penyelesaian yang konkret? Bukankah ini menyangkut hak dasar para pendidik yang telah mengabdikan diri mencerdaskan generasi bangsa? Namun, alih-alih mendapat kepastian, yang terjadi justru lempar tanggung jawab antara Pemerintah Daerah (Pemda) dan Kementerian Agama (Kemenag). Seolah-olah nasib guru bukan menjadi urusan mereka.

Tumpang Tindih Kewenangan, Guru Jadi Korban

Pemda Bolmut melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) dengan tegas menyatakan bahwa pembayaran tunjangan guru PAI merupakan tanggung jawab Kemenag. Alasannya? Guru PAI telah tersertifikasi oleh Kemenag, dan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2024, pembayaran THR dan Gaji 13 bagi aparatur negara harus mengikuti sistem kementerian terkait.

Tapi di sisi lain, Kemenag Bolmut juga tidak tinggal diam. Kepala Kemenag Bolmut, Idrus Sante, justru mengatakan bahwa guru PAI di daerah ini tidak terdaftar dalam Sistem Informasi Manajemen Kepegawaian (Simpeg) Kemenag. Artinya, mereka tidak memiliki dasar untuk melakukan pembayaran. Lebih jauh, ia menegaskan bahwa guru PAI sejatinya adalah pegawai Pemda yang hanya ‘dititipkan’ di Kemenag untuk urusan administratif.

Lalu, siapa yang benar? Sayangnya, di tengah kebingungan birokrasi ini, yang paling dirugikan adalah guru PAI. Mereka terpaksa menunggu tanpa kepastian. Hak yang seharusnya mereka terima malah menjadi bola liar yang dimainkan dua lembaga pemerintahan yang seharusnya menjadi pelindung mereka.

Ketidaktegasan Regulasi Memperburuk Situasi

Kasus ini menjadi bukti betapa lemahnya koordinasi antara Pemda dan Kemenag dalam mengelola tenaga pendidik. Tidak adanya regulasi yang tegas soal siapa yang bertanggung jawab membuka ruang bagi tarik-menarik kepentingan antara dua lembaga ini.

Apakah kita akan terus membiarkan polemik ini berulang? Tentu tidak! Sudah saatnya Pemerintah Pusat, baik itu Kementerian Keuangan, Kementerian Agama, maupun Kementerian Dalam Negeri, duduk bersama untuk merumuskan regulasi yang lebih spesifik. Jika memang Kemenag bertanggung jawab, maka semua guru PAI harus masuk dalam sistem kepegawaian mereka. Sebaliknya, jika Pemda yang bertanggung jawab, maka anggaran tunjangan harus dimasukkan dalam APBD setiap tahunnya.

Solusi Konkret: Hentikan Kebingungan, Beri Kepastian!

Tidak ada alasan bagi pemerintah untuk terus menunda penyelesaian masalah ini. Beberapa langkah konkret harus segera diambil, seperti;

  1. Pemda dan Kemenag Harus Duduk Bersama
    • Masalah ini tidak akan selesai jika terus saling menyalahkan. Keduanya harus segera menggelar diskusi resmi dengan seluruh pemangku kepentingan untuk menemukan solusi permanen.
  2. Integrasi Data Guru PAI ke Simpeg Kemenag
    • Jika Kemenag memang bertanggung jawab, maka tidak ada alasan untuk tidak mendaftarkan guru PAI ke dalam sistem Simpeg mereka. Tanpa ini, pembayaran akan terus terhambat.
  3. Regulasi yang Jelas dari Pemerintah Pusat
    • Pemerintah pusat harus segera mengeluarkan kebijakan yang tegas dan tidak multitafsir. Jangan biarkan ketidakjelasan regulasi ini menjadi polemik tahunan.
  4. Evaluasi Sistem Kepegawaian Guru PAI
    • Jika guru PAI lebih cocok berada di bawah Pemda, maka Pemda harus memastikan mereka mendapatkan hak yang sama seperti guru lainnya. Jika tetap di Kemenag, maka tanggung jawab penuh harus diambil, termasuk tunjangan tambahan.

Waktunya Bertindak, Bukan Berdebat!

Perdebatan antara Pemda dan Kemenag soal pembayaran tunjangan guru PAI bukanlah masalah baru. Namun, jika terus dibiarkan, para guru akan selalu menjadi korban sistem yang tidak berpihak kepada mereka. Pemerintah seharusnya tidak hanya mengurusi kebijakan, tetapi juga memperhatikan nasib para pendidik yang telah berjuang di lapangan.

Ini bukan soal siapa yang benar dan siapa yang salah. Ini soal memberikan kepastian kepada guru-guru yang telah mengabdikan hidup mereka untuk mencerdaskan anak bangsa. Saatnya berhenti berdebat dan mulai bertindak! Jangan biarkan guru terus menjadi korban birokrasi yang tidak berpihak pada mereka.

Refli Puasa

Aktif sebagai jurnalis sejak tahun 2010. "Mengamati, merespons, merekam dan menceritakan kisah" #DSAS

Berita terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button