Jabatan Dewan Pers Periode 2022-2025 akan segera berakhir pada bulan Mei tahun ini. Namun, menjelang berakhirnya masa tugas ini, Dewan Pers kembali menimbulkan kontroversi. Dewan Pers secara sepihak membentuk Badan Pekerja Pemilihan Anggota (BPPA), yang terdiri dari 13 orang tanpa melibatkan seluruh organisasi pers di Indonesia. Hal ini menimbulkan ketidakpuasan di kalangan berbagai pihak yang merasa tidak dilibatkan dalam proses tersebut.
Rekrutmen Anggota Dewan Pers: Pelanggaran Mekanisme Hukum
Biasanya, anggota Dewan Pers dipilih melalui organisasi-organisasi pers yang ada, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Namun, Dewan Pers kali ini mengabaikan mekanisme ini dengan menebar flyer digital yang mengumumkan perekrutan anggota Dewan Pers ke publik, alih-alih melalui jalur yang sah sesuai aturan yang ada.
Keputusan Mahkamah Konstitusi: Menguatkan Hak Organisasi Pers
Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam perkara Nomor 38/PUU-XIX/2021 mempertegas bahwa organisasi pers, bukan Dewan Pers, yang memiliki hak untuk memilih dan dipilih sebagai anggota Dewan Pers. MK juga menegaskan bahwa Dewan Pers saat ini merupakan kelanjutan dari Dewan Pers periode sebelumnya, yang dibentuk oleh tokoh-tokoh penting dalam organisasi pers pada tahun 2000.
Sejarah Pendirian Dewan Pers: Inisiasi Oleh Organisasi Pers
Dewan Pers pertama kali dibentuk pada tahun 2000 melalui inisiatif organisasi pers, termasuk Serikat Pers Republik Indonesia (SPRI) dan Himpunan Insan Pers Seluruh Indonesia (HIPSI), yang memfasilitasi pemilihan anggota Dewan Pers pada saat itu. Selama bertahun-tahun, mekanisme pemilihan ini dipegang oleh organisasi pers, yang memiliki hak penuh untuk menentukan keanggotaan Dewan Pers.
Kontroversi: Pengambilalihan Kewenangan oleh Dewan Pers
Namun, Dewan Pers belakangan ini mengubah arah dengan mengeluarkan kebijakan sepihak yang hanya mengakui beberapa organisasi pers tertentu sebagai konstituen Dewan Pers. Ini berlawanan dengan prinsip awal yang mengutamakan keterlibatan lebih banyak organisasi pers dalam proses pemilihan. Kebijakan ini tidak hanya berisiko melanggar hukum, tetapi juga menggiring Dewan Pers menuju pengaruh oligarki yang lebih besar.
Pengaruh Oligarki dalam Dunia Pers: Menguasai Dewan Pers
Dewan Pers sejak lama dikaitkan dengan pengaruh oligarki media, dimana konglomerat media swasta menguasai hampir seluruh belanja iklan nasional. Oligarki ini mengendalikan Dewan Pers untuk memastikan agar media-media lokal dan independen tidak mendapatkan kesempatan yang sama dalam mendapatkan sumber pendapatan dari iklan. Hal ini menyebabkan ketimpangan dalam distribusi iklan yang merugikan media lokal, yang hanya menerima remah-remah dari sumber iklan nasional.
Tantangan Revisi UU Pers: Menanggapi Perubahan Zaman
Keberadaan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang sudah usang dan perlu diperbarui semakin jelas dengan perkembangan digitalisasi. Saat ini, Dewan Pers sudah mengambil alih kewenangan BNSP untuk menerbitkan lisensi lembaga penguji kompetensi (LSP) dalam bidang pers, meskipun hal ini bertentangan dengan UU Pendidikan Tinggi yang mengatur tentang sertifikasi profesi.
Kriminalisasi Pers: Kasus Terkait Dewan Pers
Kasus-kasus kriminalisasi terhadap jurnalis semakin meningkat, dan ini memicu kebutuhan untuk segera merevisi UU Pers. Sejumlah peristiwa, seperti kematian wartawan Muhammad Yusuf dalam tahanan dan kriminalisasi wartawan Toro Sidu Lahia, menandakan perlunya reformasi dalam regulasi pers agar hak-hak jurnalis terlindungi. Dewan Pers perlu memastikan bahwa media yang bekerja sesuai dengan kode etik jurnalistik tidak terjerat dalam kasus hukum hanya karena tidak terverifikasi oleh Dewan Pers.
Kepentingan Politik dalam Dewan Pers: Kapan Pemerintah Bertindak?
Sebagai organisasi yang seharusnya independen, Dewan Pers kini dianggap tidak lagi mewakili kepentingan masyarakat pers. Pemerintah, dalam hal ini Presiden Prabowo Subianto, diharapkan dapat mengambil sikap tegas untuk memastikan bahwa pemilihan anggota Dewan Pers mendatang dilakukan dengan adil dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Jangan biarkan Dewan Pers tetap dikuasai oleh kekuatan politik dan oligarki yang memonopoli dunia pers.
Urgensi Revisi UU Pers: Memperbaiki Masa Depan Pers Indonesia
Revisi terhadap UU Pers sangat penting agar sistem pers di Indonesia dapat beradaptasi dengan perkembangan zaman. Tanpa adanya revisi, Dewan Pers tidak akan mampu menjalankan fungsinya secara maksimal sebagai lembaga yang mengawasi dan menjaga kualitas pers nasional.
Reformasi Dewan Pers dan Perlindungan Hak Pers
Reformasi Dewan Pers dan revisi terhadap UU Pers adalah langkah krusial dalam memastikan kebebasan pers di Indonesia. Dewan Pers perlu kembali ke akar masalah dan menghormati keputusan Mahkamah Konstitusi, serta mengutamakan keterlibatan seluruh organisasi pers dalam setiap proses pemilihan anggota Dewan Pers. Pemerintah dan masyarakat pers Indonesia harus bersatu untuk menanggulangi pengaruh oligarki yang merugikan industri media dan memastikan bahwa media lokal mendapatkan kesempatan yang adil untuk berkembang.
Tinjauan Hukum dan Legitimasi Dewan Pers
Dewan Pers seharusnya menjadi lembaga yang mandiri, namun pengaruh luar kerap menggerogoti keputusannya. Setelah keputusan MK tahun 2021, banyak yang mempertanyakan legitimasi Dewan Pers dalam menetapkan aturan mengenai organisasi konstituen. Dengan ini, penting bagi Dewan Pers untuk kembali ke jalur yang sah dan sahih, mengikuti keputusan MK serta memberikan ruang lebih luas bagi organisasi pers lainnya.
Dampak Negatif Oligarki terhadap Dunia Pers
Oligarki media telah merusak keseimbangan industri pers di Indonesia. Belanja iklan yang terkonsentrasi di tangan segelintir media besar menghalangi kesempatan bagi media lokal untuk tumbuh dan berkembang. Ini berpotensi merugikan kualitas pemberitaan yang seharusnya bisa dinikmati oleh masyarakat secara lebih luas.
Solusi untuk Pemilihan Dewan Pers yang Adil
Untuk menghindari potensi penyalahgunaan kekuasaan, proses pemilihan anggota Dewan Pers ke depan harus melibatkan lebih banyak organisasi pers berbadan hukum, baik lokal maupun nasional. Hal ini akan memastikan bahwa setiap organisasi memiliki hak yang sama untuk memilih dan dipilih, serta mendukung transparansi dan akuntabilitas dalam pemilihan Dewan Pers
Penulis Heintje Mandagi