Krisis Kemanusiaan Gaza Terparah: Blokade Total Israel Picu Kelaparan Massal

Israel memasang blokade total pada 2 Maret, menutup semua pintu bagi makanan, air, obat‑obatan, dan barang dagangan. Akibatnya, bantuan kemanusiaan dari PBB dan lembaga internasional terhenti. OCHA menilai situasi ini “yang terburuk dalam 18 bulan”, menandai puncak krisis kemanusiaan Gaza.

Mohammed: Lima Kali Mengungsi Demi Bertahan Hidup

Di tengah blokade, kisah Mohammed (22) mencerminkan nasib ratusan ribu warga Gaza. Setelah 15 bulan mengungsi, ia pulang saat gencatan senjata Februari melalui Koridor Netzarim. Rumahnya memang rata tanah, tetapi ia tetap bersyukur bisa berlindung dari dingin.

“Kami hidup ber­modal mukjizat,” tuturnya.

Rumah Jadi Reruntuhan karena “Roof Knocking”

Pada 20 Maret—malam Ramadan—serangan “roof knocking” Israel menghantam rumah Mohammed tanpa peringatan. Praktik ini melepaskan misil kecil ke atap sebagai sinyal evakuasi sebelum bom besar dijatuhkan. Amnesty International menilai taktik tersebut merusak properti sipil tanpa alasan militer jelas. Kini, rumah Mohammed tak lagi ada; keluarganya tidur di tenda pinjaman.

Harga Pangan Melambung, Warga Gaza Terancam Kelaparan

Blokade membuat harga beras, tepung, dan obat melonjak drastis. Mohammed hanya mampu memperoleh 1 kilogram beras per hari untuk delapan anggota keluarga. Situasi ini menggambarkan kelaparan Gaza yang kian nyata.

UNICEF: Anak‑Anak Gaza di Ujung Tanduk

UNICEF memperingatkan, malnutrisi dan penyakit dapat melonjak tajam. Hanya 400 bayi memperoleh susu formula, padahal hampir 10 000 bayi butuh ASI eksklusif. Direktur Regional UNICEF Edouard Beigbeder menegaskan,

“Bantuan kemanusiaan bukan amal, melainkan kewajiban hukum internasional.”

Seruan PBB: Segera Buka Akses Bantuan

Tujuh pimpinan badan PBB menyerukan perlindungan warga sipil dan akses bantuan tanpa syarat. Mereka menegaskan bahwa serangan terkini menunjukkan “pengabaian total terhadap nyawa manusia.”

Fakta Kilat

Inisiatif Liga Arab: Eropa Dukung Rencana Rekonstruksi Gaza, Solusi Realistis untuk Masa Depan Palestina

Exit mobile version