Kecerdasan Buatan Mengubah Wajah Jurnalis: Tantangan dan Peluang
Semakin maraknya kecerdasan buatan telah menghadapkan sejumlah jurnalis pada pertimbangan etis dan editorial yang rumit, ditambah lagi dengan pesatnya perkembangan teknologi ini.
Peran kecerdasan buatan dalam membantu atau bahkan mengubah cara kerja redaksi berita menjadi salah satu sorotan utama dalam Festival Jurnalisme Internasional di kota Perugia, Italia, yang berlangsung hingga hari Minggu ini.
Generative AI, yang mampu menghasilkan teks dan gambar hanya dengan permintaan sederhana dalam bahasa sehari-hari, telah membuka pintu baru namun juga menimbulkan kekhawatiran dalam kurun waktu satu setengah tahun terakhir.
Salah satu isu yang muncul adalah kemampuan kloning suara dan wajah untuk membuat podcast atau mempresentasikan berita di televisi. Tahun lalu, situs web Filipina, Rappler, bahkan menciptakan merek baru yang ditujukan untuk khalayak muda dengan mengubah artikel panjang menjadi komik, grafik, dan video.
Para profesional media kini setuju bahwa fokus mereka harus berada pada tugas-tugas yang memberikan “nilai tambah” terbesar.
“Kamu adalah yang melakukan pekerjaan sebenarnya,” kata manajer umum Google News, Shailesh Prakash, kepada peserta festival di Perugia. “Alat-alat yang kami ciptakan akan menjadi asisten bagi Anda.”
Namun, semuanya bukan hanya tentang uang. Biaya penggunaan generative AI telah turun drastis sejak kemunculan ChatGPT pada akhir 2022, sehingga alat ini kini dapat diakses oleh redaksi berita yang lebih kecil.
Namun demikian, banyak organisasi media yang belum membuat model bahasa mereka sendiri, yang merupakan inti dari antarmuka AI, menurut profesor Universitas Amsterdam, Natali Helberger. Model bahasa ini sangat penting untuk memastikan teknologi yang aman dan dapat dipercaya.
Ancaman disinformasi juga menjadi perhatian serius. Menurut perkiraan Everypixel Journal tahun lalu, AI telah menciptakan jumlah gambar dalam satu tahun yang setara dengan 150 tahun fotografi.
Hal ini menimbulkan pertanyaan serius tentang bagaimana menyaring berita dari banjir konten, termasuk deepfake. Untuk mengatasi hal ini, media dan organisasi teknologi sedang bekerja sama, seperti melalui Koalisi untuk Provenans dan Otentisitas Konten.
Dari Wild West ke era regulasi, banyak pertanyaan yang muncul. Bagaimana cara menyikapi konten yang dihasilkan oleh AI? Apakah harus ditandai sebagai konten AI? Pertanyaan-pertanyaan ini masih menjadi perdebatan serius di kalangan media.
Namun, satu hal yang pasti adalah bahwa kecerdasan buatan telah membawa tantangan baru bagi dunia jurnalis.