Marhaban ya Ramadan 1446 H

Media Network
BUZZ

Kejaksaan Agung Ungkap Lokasi Pengoplosan BBM Premium Menjadi Pertamax di PT Orbit Terminal Merak

Kejaksaan Agung (Kejagung) baru-baru ini mengungkapkan lokasi pengoplosan bahan bakar minyak (BBM) jenis premium (RON 88) menjadi pertamax (RON 92), yang dilakukan di PT Orbit Terminal Merak. Kasus ini melibatkan sejumlah pejabat dari PT Pertamina Patra Niaga yang terlibat dalam praktik curang yang merugikan negara.

Heading 2: Tersangka Utama dalam Kasus Pengoplosan BBM: Maya Kusmaya dan Edward Cone

Direktur Penyidikan Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar, mengungkapkan bahwa tersangka Maya Kusmaya (MK), yang menjabat sebagai Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, memerintahkan Edward Cone (EC), yang merupakan Commodity Trader di perusahaan yang sama, untuk melakukan pengoplosan BBM jenis RON 88 dengan RON 92. Proses blending ini dilakukan di PT Orbit Terminal Merak, yang merupakan milik dari Muhammad Kery Andrianto Riza (MKAR) dan Gading Ramadhan Joedo (GRJ).

Qohar menjelaskan, “Tersangka MK memberikan perintah atau persetujuan kepada tersangka EC untuk melakukan blending produk kilang jenis RON 88 (premium) dengan RON 92 (pertamax) di terminal milik tersangka MKAR dan GRJ.” Setelah proses pengoplosan selesai, BBM tersebut dipasarkan dengan harga yang seharusnya berlaku untuk Pertamax, meskipun kualitasnya tidak sesuai.

Subjudul: Penggunaan Metode yang Tidak Sah untuk Pembayaran Impor

Selain pengoplosan, Maya Kusmaya dan Edward Cone juga diketahui melakukan pembayaran impor produk kilang dengan menggunakan metode penunjukkan langsung yang berlaku saat itu. Akibatnya, PT Pertamina Patra Niaga harus membayar harga lebih tinggi dari yang seharusnya kepada mitra usaha mereka, yang turut meningkatkan kerugian negara.

Heading 3: Mark-Up Anggaran dan Fee Ilegal dalam Pengiriman Minyak

Kasus ini semakin memburuk dengan adanya persetujuan dari Maya Kusmaya, Edward Cone, dan Yoki Firnandi (Direktur Utama PT Pertamina Internasional Shipping) terkait mark-up biaya pengiriman minyak mentah dari luar negeri. Kejagung mengungkapkan bahwa PT Pertamina Patra Niaga mengeluarkan biaya tambahan ilegal sebesar 13% hingga 15% untuk pengiriman tersebut.

“Fee tersebut diberikan kepada tersangka MKAR selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa dan tersangka DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa,” ujar Qohar dalam keterangannya. Tindakan ini jelas melawan hukum dan semakin memperburuk kerugian negara yang terjadi.

Subjudul: Kerugian Negara Mencapai Rp193,7 Triliun akibat Korupsi di Pertamina

Akibat dari serangkaian perbuatan melawan hukum ini, negara mengalami kerugian yang sangat besar, diperkirakan sekitar Rp193,7 triliun. Kerugian ini mencakup berbagai sektor, termasuk pengoplosan BBM, mark-up biaya pengiriman, serta pengadaan produk kilang yang tidak sesuai prosedur.

Heading 4: Tindak Pidana Korupsi yang Dikenakan kepada Tersangka

Atas perbuatan mereka, para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Kejagung berkomitmen untuk menuntaskan kasus ini dan memastikan bahwa para pelaku mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum.

Kesimpulan:

Kasus pengoplosan BBM di PT Pertamina Patra Niaga ini menggambarkan praktik korupsi yang merugikan negara dengan jumlah yang sangat besar. Kejaksaan Agung telah mengambil langkah tegas dengan menetapkan sejumlah tersangka dan berkomitmen untuk membawa mereka ke pengadilan. Kerugian negara yang mencapai Rp193,7 triliun menunjukkan betapa pentingnya pengawasan terhadap pengelolaan sumber daya alam dan proses bisnis di sektor energi.

Story Squad

Menulis bukan sekadar pekerjaan, tapi panggilan untuk menyampaikan kebenaran dengan jernih dan tajam.

Berita terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button